Jumat, 18 November 2011

Cerita Putih Merah



Sewaktu gue kecil... iya gue.. bukan ade gue, kakak gue, ataupun bangke tikus di depan rumah, orang tua gue selalu berpesan "nak, kalau besar nanti jadi orang besar ya..". Segala macam bayangan timbul di pikiran gue "emang kalo gue besar nanti, gue gak besar ya badannya ?" atau kemungkinan buruknya "apa jangan-jangan nanti gue kaya temen gue si Kiki, yang badannya terlalu besar, sampai-sampai dia harus minum pembesar penis dari dokter buat disunat". haaah pikiran kacau gue udah melayang terlalu jauh.

Gue versi kecil yang begitu lucu, imut, dan menggemaskan berubah sewaktu gue mulai beranjak SD kelas 1. Segala macam kejadian "aneh" udah gue alamin. Oh iya gue ingat banget sama kejadian waktu gue TK. Sewaktu TK dulu gue mempunyai guru bernama Bu Rista, dan satu hal yang paling gue ingat tentang beliau.. BEHA KREM-nya. Gue ingat banget waktu itu guru gue memakai tied-coat warna merah yang diikatkan ke punggungnya. Mungkin karena ikatannya longgar, tiba-tiba pakaiannya terlepas, dan hal yang enggak pernah terpikirkan dalam hidup gue akhirnya terjadi. Dengan gamblang gue melihat beliau hanya memakai rok hitam selutut dan tentunya beha krem. Jujur aja, saat setua ini pun gue belum pernah melihat perempuan dengan sukarela topless di depan gue, tetapi masa kecil gue sudah melangkah terlalu jauh. Gue yang belum mengerti tentang apa artinya beha untuk wanita hanya tersenyum dengan tatapan aneh, dan dengan sigap beliau langsung pergi ke kamar mandi.

Ya itulah salah satu pengalaman berharga dalam hidup gue yang masih seumur jagung. Selanjutnya ada hal "aneh" lainnya dalam hidup gue, yaitu kebohongan temen gue, Linda (dia setahun lebih tua dari gue) namanya. Linda adalah teman akrab sekaligus orang yang gue percaya sewaktu kecil, selain karena rumah kita berdekatan juga karena kita bersekolah di tempat yang sama. Kita sering bermain bersama setelah pulang sekolah. Dan suatu waktu dia pernah bilang "Dit, jangan naik ke kelas satu tau, susah banget. Mendingan TK aja, udah gitu gurunya galak lagi". Sebagai teman yang lebih tua sekaligus gue percaya tentunya perkataan Linda mengambil sedikit tempat di kepala gue. Ketakutan akan tidak naik kelas dan guru galak membuat gue malas untuk melanjutkan sekolah.

Nyanyian Bu Rista menandakan belajar akan segera dimulai. Dia berjalan ke seluruh penjuru  kelas sambil bernyanyi dan tidak lupa memastikan pakaiannya tidak akan terlepas lagi, hehe. Sebelum memulai pelajaran berhitung, beliau bertanya ke murid-muridnya "anak-anak, siapa yang mau naik ke kelas satu ?" spontan teman-teman gue langsung mengangkat roknya, maksud gue jarinya tinggi-tinggi. Lalu bagaimana dengan gue ? I was the one who didn't raise my hand, iya gue satu-satunya anak yang tidak mengangkat tangan. Kejanggalan ini terlihat oleh Bu Rista kemudian beliau menghampiri gue dan membuka kembali bajunya, hahaha.. becanda, dia menghampiri gue dan berkata "Adit, kenapa kamu tidak mengacungkan tangan sewaktu ibu tanya ?" dengan nada gemetar gue menjawab "aku mau TK terus aja bu, soalnya kelas satu susah". Mungkin setelah gue berkata demikian beliau berpikir "gila ni anak mau TK terus sampai tua, bisa-bisa nanti bukan belajar menghitung angka, tapi menghitung masa subur". Dengan halus beliau menjelaskan kalo hidup ini harus berlanjut dan tidak mungkin kita hanya berada di satu titik yang nantinya akan ada suatu kejenuhan. Yaa beliau gak mungkin berkata demikian ke anak berumur 5 tahun, tetapi intinya menjelaskan kalau gue harus NAIK KELAS. Inilah jalan yang harus gue tempuh dengan mengabaikan nasehat Linda untuk "tidak naik ke kelas satu". 

Semenjak penjelasan dari beliau gue paham kalo gue "HARUS NAIK KE KELAS 1" dan masa itupun akhirnya tiba. jengjeng jengjeng.. akhirnya gue udah kelas satu SD juga. kalo kalian menganggap perjalanan hidup gue mulai membosankan, kalian salah besar, kenapa ? karena ini adalah suatu titik balik.. halah repot. Ya kehidupan vulgar gue terus berlanjut sampai pada suatu kejadian yang benar-benar membuat gue berharap masa lalu gue adalah seorang Leonidas. Once upon a time, gue berangkat menuju sekolah gue tercinta diantar oleh nyokap. Pagi itu, hari begitu indah dan ceria sampai tak terasa gue udah tiba di sekolah.

KBM pun dimulai, dan murid-murid terlihat serius mengikuti pelajaran. Tak terasa satu jam telah berlalu dan jam menunjukkan pukul delapan pagi. Secara tiba-tiba terjadi kontraksi di perut gue. Tidaaak.. Aku hamil mamaaa-__-. Perut gue terasa begitu sakit yang berarti ada banyak onggokan feses yang memaksa keluar dari belenggu Michael, nama anus gue. Karena enggak pernah ke wc sekolah, jadi gue enggak tau dimana letak wc-nya. Dengan segala daya dan upaya serta memaksimalkan SDM yang ada, gue berusaha menahan berak. Keringat mulai bercucuran dan konsentrasi gue terbagi dua, antara Michael dan Bu Umi, guru gue. Akhirnya konsentrasi gue pecah saat temen gue ngagetin gue, dan tentunya si Michael. Ya sistem ekskresi gue berjalan dengan statis dan menghasilkan ampas sarapan yang gue makan tadi pagi. Udah dapat ditebak, akhirnya feses-feses itu meluncur ke tempat yang salah, ke celana dalam gue. GUE BERAK DI CELANA!! beberapa siulan dari Michael turut memeriahkan kejadian pilu itu.

Aroma limbah dari pabrik yang disebut bokong ini mulai menyebar dan tercium orang di sekitar gue. Temen-temen gue pun dapat merasakan aromanya dan mengetahui kalo gue ganteng, maksud gue berak di celana. Dengan brutal mereka mulai menghakimi gue dan melaporkannya kepada pihak berwajib, yaitu Bu Umi. Bu Umi kemudian menyusuri TKP dan menemukan diri gue sebagai tersangka sekaligus terhina. Dengan suasana yang haru biru gue dituntun beliau dan dibawa ke wc untuk pembersihan. Setelah pembersihan diri dari noda-noda yang menguning gue kembali ke depan pintu kelas dan menunggu Bu Umi yang membereskan peralatan sekolah gue.

Beliau mengizinkan gue pulang ke rumah untuk proses "pengangkatan dosa" dengan diantarkann oleh Pak Min, penjaga sekaligus tukang ojek di sekolah. Yess gue dapet wild card.. gue akan berangkat ke Jakarta untuk.. CEBOK-__-. Dengan beralaskan koran di jok motor, gue meluncur ke rumah. Perlakuan tak senonoh pun gue dapat dari keluarga gue. Mereka tertawa di atas penderitaan gue dan bokong yang tak berdosa ini. Waktu itu gue benar-benar merasa jadi makhluk yang paling sempurna, tingkat kebodohan dan kejorokannya. Setelah shock therapy selama beberapa jam, gue mencoba kembali menjadi Adit yang biasanya, Adit yang biasa berak di tempat yang seharusnya.. di gelas hehe. Gue coba melangkah keluar rumah dengan perlahan, sebab gue takut akan ada paparazzi yang meliput dan menjadikan gue sebagai model majalah pria edisi pispot.

Such a shame moment.. hari-hari berikutnya setelah tragedi itu, gue benar-benar dicemooh sama teman-teman gue. Sampai-sampai gue punya panggilan baru, yaitu DAVID, haha becanda... panggilan gue adalah.. berjanjilah kepada saya untuk tidak tertawa. Panggilan gue adalah ADIT BE'OL. Ya tuhan, namaku sudah cukup indah tanpa embel-embel BE'OL dibelakangnya. Ternyata tak selamanya masa kecil itu menyenangkan. Udah beberapa kali gue ribut sama teman-teman gue karena dua suku kata menjijikan itu.

Oya sebenarnya masih banyak cerita-cerita aneh lain dalam hidup gue pada saat kelas satu SD. selama kurun waktu satu tahun itu gue berak dicelana sekitar 10 kali, dan panggilan itu hanya bertahan sampai kelas dua SD. oke.. mungkin gue bakal meng-update tulisan gue yang lainnya kalo ada waktu senggang.

THANKS FOR COMING